Cerita Debi Sintia: Caraku berdiri saat sendiri

 

Tahun 2020 adalah tahun paling melelahkan dalam sejarah kehidupanku, padahal tahun ini diawali dengan segala produktifitas dan tanggung jawab yang ku lakukan selama aku menyandang gelar mahasiswa, namun nyatanya awal tahun 2020 bumi berkata lain, seolah berkata kepada ku untuk beristirahat terlebih dahulu dan menyiapkan mental terbaik untuk bertemu dengan masa depan.

Aku tak pernah diajarkan menjadi anak yang ambisius, malah sebaliknya di keluarga ku sendiri aku selalu menjadi anak yang kurang percaya diri dengan kemampuanku sendiri, yang menjadikanku sebagai seseorang yang benci dengan perlombaan dan lebih senang melakukan hal bersama-sama. Dalam hal ini mungkin memiliki dua sisi positif dan negatif, aku cenderung menjadi anak yang suka berkolaborasi dengan banyak orang tanpa menjatuhkan orang lain, tumbuh menjadi anak yang hangat di tengah manusia yang dingin dalam menghadapi kehidupan. Dengan semua rasa ketidakpercayaan terhadap diriku sendiri aku selalu berfikir bahwa aku tidak bisa melakukan sesuatu tanpa bantuan orang lain.

Hingga aku tumbuh dewasa, perlahan aku mulai sadar bahwa ada masa dimana aku harus berjalan sendirian menapaki kehidupan. Dengan bekal yang seadanya aku siap berjalan menyusuri jalanan yang katanya terjal itu yang menjadikanku sebagai manusia egois dan malah lebih mementingkan kebahagiaan orang lain daripada kebahagiaan diri sendiri.

Aku selalu berkaca pada potensi orang lain dan berfikir jika mereka bisa aku juga pasti bisa, nyatanya praktek tak seindah teori. Aku dengan sombongnya mencoba bertemu dengan hal-hal yang sebenarnya menyulitkanku, baik itu secara fisik dan mental yang menjadikanku manusia tanpa sapa dan tawa. Aku tetap tidak percaya diri namun aku memaksa dan ternyata tidak bisa, aku juga tidak ambisius namun aku tetap serius menjalani semua tanggung jawab yang datang terus-menerus.

Kini aku sadar, semua manusia itu berbeda baik rupa dan juga rasa. Mungkin mereka bisa terjaga 24 jam memastikan tanggung jawabnya terselesaikan atau mungkin mereka memiliki kekuatan super dalam menerima banyaknya informasi dari buku-buku tebal tanpa gambar yang memuakkan. Tapi aku harus sadar bahwa ini aku, aku si anak lebah yang kurang percaya diri itu dengan segala kekurangan dan kelebihan yang ku miliki.

Sepanjang perjalananku berjalan, tahun ini membuatku berhenti sejenak dan berfikir bahwa aku tidak bisa menjadi orang lain tapi aku bisa menjadikan orang lain sebagai bukti bahwa aku mampu dan bisa belajar banyak hal yang ku mau. Dan sebenarnya tak mengapa untuk kita berhenti sebentar, duduk terdiam sembari menarik nafas panjang untuk melihat sekeliling bahwa semuanya akan terlewati jika kita berjalan sesuai dengan tenaga kita sendiri.

Jangan lupa untuk mencintai diri sendiri, tubuhmu itu butuh yang namanya bahagia, jika ia lelah langkahmu pasti akan melemah dan tujuanmu pasti makin akan jauh di ujung sana. Tak mengapa untuk berkata bahwa semuanya adalah duka, karena untuk bertindak seolah semuanya baik-baik saja juga sangat menyiksa.

Kini aku bisa berdiri saat semuanya hilang dan pergi, berbagai cara sudah kulewati hingga aku dapat melanjutkan perjalananku lagi. Terimakasih kuucapkan pada diri sendiri, karena mampu mencintaiku tanpa pamrih.

Support By:

2 komentar untuk "Cerita Debi Sintia: Caraku berdiri saat sendiri"

  1. Terimakasih sharing2nya kaka ^^, semoga kita bisa lebih sadar akan cinta kpd diri sendiri baru stlh itu orang lain :)

    BalasHapus
  2. semangat terus ya, semoga kita adalah manusia yang dapat menghargai bahagia

    BalasHapus

Terima kasih telah mengunjungi blog kami! Kami menghargai masukan dan komentar Anda. Mohon isi formulir di bawah ini untuk meninggalkan komentar Anda.