Cerita Debi Sintia: penilaian manusia terhadap manusia

Hari ini tuhan menunjukkan kuasanya, aku bertemu dengan sosok manusia yang menjadi streotype manusia kebanyakan. Aku yang selalu ingin berbeda dari manusia lainnya kini menjelma menjadi manusia tanpa rasa dan iba menilai orang dengan sebelah mata.

Sosok manusia itu adalah seonggok daging dengan nama yang menurutku indah, dengan dagu yang mendangak dan tatapan sombong kepada semua orang yang menandakan gestur bahwa ia adalah manusia dengan sejuta pengalaman dan siap menyerang argumen orang lain dengan ilmu dan kata-kata yang ia punya. sontak aku kesal karena ia "terlihat" sedikit sombong sehingga itu mengurangi nilai dirinya dalam pandanganku.

Namun mungkin tuhan berkata lain, seolah bicara pada nurani ku sendiri "jangan, jangan menilai manusia hanya dengan satu pandangan saja" bak sebuah film, dialog itu tersampaikan dalam sebuah reka adegan nyata dimana kami di pertemukan dalam satu meja dan berbicara, layaknya seorang sales dalam memasarkan produknya ia mulai menunjukkan bahwa ia adalah orang baik dan menghantam semua penilaian yang aku punya.

Sontak aku terdiam untuk beberapa saat dan memohon ampun kepada tuhan, maafkan aku yang hanya menilai hambamu itu hanya dalam satu pandangan saja. tapi yang membuatku berfikir lebih panjang adalah kejadian hari ini merupakan ilmu tanpa guru yang dapat ku terima dengan akal sehat ku.

Kita seringkali terlena dalam sebuah skenario sutradara film  kesukaan yang kita tonton, bahwa tokoh antagonis adalah nyata dan bahwa tokoh protagonis adalah lemah dan tak berdaya. sehingga itu semua menjadi paham yang di yakini masyarakat secara luas.

Padahal dalam kehidupan nyata, tak semua orang jahat adalah jahat dan tak semua orang baik adalah baik. kita adalah tokoh campuran dalam kisah hidup kita masing-masing. suatu saat kita bisa baik atau bahkan merasa baik untuk  orang lain yang ternyata adalah jahat dari padangan orang yang lainnya, begitu juga sebaliknya.

Kita bukanlah malaikat yang di utus tuhan untuk memperbaiki sifat manusia, dan kita juga bukan nabi yang memiliki karakter sempurna tanpa celah. kita adalah manusia yang terkadang meemiliki pola fikir berubah-ubah sesuai degan situasi dan kondisi yang ada. kita adalah manusia yang mencoba bertahan hidup di tengah kerasnya dunia dan mengandalkan pengalaman untuk merasa apakah yang kita lakukan adalah benar atau salah.

Sekali kutegaskan, aku bukanlah guru tapi pengalaman ini mengajarkan ku bahwa sifat manusia tidak hanya satu yang hanya muncul dari pandanganmu, sifat manusia adalah ragam perjalanan hidup manusia yang berjalan dalam titian luka semasa hidupnya. terima atau tidak itu adalah prosesnya dan kita tidak punya hak untuk menilai bahwa itu adalah sebuah kejahatan.

Setiap kita adalah pemeran utama dalam kehidupan kita masing-masing, namun setiap kita juga merupakan pemeran pembantu dalam kehidupan orang lain lalu kisah ini di susun dan di konsep sang pencipta alam semesta, kita yang hanya sebesar debu ini bisa apa ?


Support By:

Posting Komentar untuk "Cerita Debi Sintia: penilaian manusia terhadap manusia"